Laman

Sabtu, 20 Februari 2016

DAYA KERJA DETERJEN



        Sebagai bahan pembersih lainnya, deerjen merupakan buah kemajuan tekhnologi yang bermanfaat bahan kimia yang dari hasil samping penyulingan minyak bumi, ditambah dengtan bahan kimia lainnya seperti fosfat ,silikat, bahan pewarna dan bahan pewangi. Sekitar tahaun 1960-an, deterjen gnerasi awal muncul menggunakn bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) yang mampumenghasilkan busa. Namun karena sifat ABS yang sulit diurai oleh mikro organism di permukaan tanah, akhirnya digantikan dengan senyawa Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang diyakini relative lebih akrab dengan lingkungan.
Pada di banyak Negara penggunaan ABS sudah tidak ada. Namun di Negara kita ini yaitu Indonesia masih banyak penggunaan ABS karena harganya  murah, kestabilannya dalam bentuk krim/pasta dan busanya yang melimpah banyak pada saat digunakan.
        Penggunaan sabun sebagai pembersih yang di larutkan kedalam air di daerah pegunungan atau daerah pemukiman bekas rawa sering  tidak menghasilkan busa. Hal itu disebabkan oleh sifat sabun yang tidak akan menghasilkan busa jika di larutkan kedalam air sadah (air yang mengandung logam-logam tertentu atau kapur). Namun penggunaan sabun yang di larutkan kedalam air yang bersifat sadah akan tetap menghasilkan busa yang berlimpah.
       Sabun atau deterjen yang di larutkan kedalam air pada proses pencucian, akan membentuk emulsi bersama kotoran yang akan terbuang saat dibilas. Namun ada pendapat yang keliru bahwa semakin melimpahnya busa air sabun  akan membuat cucian menjadi lebih bersih. Busa denan luas permukaannya  yang besar memang bisa menyerap kotoran, debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan tanpa perlu adanya busa.
       Opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang melimpah menunjukan daya kerja deterjen adalah menyesatkan. Jadi, proses pencucian tidak bergantung ada atau tidaknya busa atau sedikit dan banyaknya  busa yang di hasilkan. Kemampuan daya pembersih deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian di panaskan karena daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, memcuci dengan enggunakan air panas akan menyebabkan warna baju akan memudar dengan sendirinya. Jika untuk pakaian berwarna  sebaiknya jangan menggunakan air hangat atau panas.
       Penggunaan deterjen juga kerap menimbulkan persoalan baru, terutama bagi pengguna yang memiliki sifat sensitife. Penggunaan deterjen dapat mengalami iritasi, kulit gatal-gatal, ataupun kulit akan menjadi terasa lebih panas saat setelah menggunakan deterjen.
Rumus unsur diterjen adalah: RSO3Na atau ROSO3Na
Catatan :
Gugus R bersifat hidrofob karena nonpolar, sedangkan gugus COONa   atau OSO3Na atau SO3Na bersifat hidrofil karena polar.
Berdasarkan pada rantai alkilnya, diterjen dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
1.   Deterjen jenis keras
2.   Deterjen jenis lunak

Penjelasan:
1 Deterjen jenis keras
Deterjen jenis keras memiliki rantai alkil yang bercabang atau rantai lingkar. Ikatan yang ada pada rantai lingkar demikian kuatnya sehingga tidak dapat dihancurkan oleh mikroorganisme air/tanah. jadi dapat mencemarkan lingkungan. Contoh : alkil benzin sulfonat (ABS).

2 Deterjen jenis lunak
Deterjen jenis lunak memiliki rantai alkil lurus. Ikatan antara atom-atom C pada rantai lurus mudah dihancurkan oleh mikroorganisme air/tanah. Jadi sifatnya lunak dan tidak mencemarkan lingkungan.
Kelebihan deterjen dengan sabun biasa adalah deterjen tidak membentuk endapan dengan ion Ca2+ atau pun Mg2+, sehingga deterjen tetap efektif jika di pakai mencuci dengan air sadah.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar